Kamis, 04 Juni 2015

Pulau Paserang Pasca Lebaran 2014

Pulau Paserang Pasca Lebaran 2014

tulisan ini baru saja kurampungkan tepat menjelang purnama ke tujuh di tahun hijriah. Cukup lama mengingat catatan perjalanan yang akan kukisahkan pada kalian sudah terjadi hampir setahun silam. Sebuah perjalanan yang tentunya menyisakan pengalaman terindah bersama sahabat-sahabat, takkan luput dari ingatan seseorang yang kesehariannya lebih sering menyendiri dalam keheningan malam. setiap menjelang tidur, selalu saja ada jeda waktu yang membuat ingatan akan indahnya hari kemarin, melayang layang di otak. dari sana kucoba untuk kumpulkan puing puing kisah bersama mereka.

… hari ke tiga pasca merayakan kemenangan umat muslim, saya berniat kembali ke kota Mataram tempat mengais rejeki. Tepat pukul sembilan, saya meninggalkan kampung halaman tercinta. Dimana sang mentari masih hangat hangatnya menyinari tanah yang dingin. Yah, kampung saya memang sangatlah dingin, kabut-kabut begitu enggan beranjak membuat sang mentari berberat hati memacarkan sinarnya.

Setelah menempuh perjalanan selama tiga jam lebih, tiba di sebuah kampung tempat saudara saya menetap. Saya pun mampir beristirahat sekalian silaturrahmi dengan keluarga disana.  Saya raih hape dalam tas, buka dan sejumlah perbincangan di chat grup sudah rame. Apalagi kalau bukan dari mereka, sahabat-sahabat seperjuangan. Masih dalam suasana hari libur begini mereka selalu sibuk mengatur rencana liburan. Mereka punya segudang tujuan wisata untuk hari libur. Dari yang awalnya plan A sudah fix, dalam sekejap bisa berubah menjadi plan Z. haha... Untungnya mereka memiliki jiwa yang sama, sehingga tidak begitu sulit buat mereka untuk menyatukan pendapat.

jika saja plan A terlaksana, maka kami tak semestinya rame di chat grup, membicarakan plan B, Plan C dan seterusnya. kala itu terbayang kami tengah menapaki rinjani, menikmati savananya yang katanya kren banget, mendirikan tenda di Plawangan, menikmati bintang-bintang bertaburan dilangit, dan menginjakkan kaki di ketinggian 3726 mdpl. Namun sejumlah kendala pun datang menjelang keberangkatan. Kalo dipikirkan kembali, memang saat itu kami belum siap seratus persen untuk ke rinjani. mungkin saat itu terlalu berambisi, terlalu percaya diri dengan kemampuan yang bahkan belum teruji. upsss..

Pembicaraan mereka di grup hanya sekilas saya baca tanpa ikut nimbrung. Karena takkan mungkin saya ikut liburan bersama mereka di Lombok, sementara saya masih di seberang. Di pulau Sumbawa. private message dari mereka pun masuk ke hape saya. yang intinya mereka melarang saya untuk menyeberang ke lombok dulu. Isi pesan mereka seolah-olah saya sebentar lagi memasuki kapal dan meninggalkan Sumbawa.. oke oke.. padahal saya tengah duduk santai menikmati jajanan jajanan lebaran yang seabrek diatas meja di rumah saudara saya. Yahhh... mereka pada akhirnya memutuskan untuk bermalam di Pulau Paserang. Pulau yang terletak di sisi barat Pulau Sumbawa tepat di selatan Pelabuhan Poto tano "Lawang Desa" Pulau Sumbawa. dan *demi menjumpai saya* berangkatlah mereka meninggalkan ibukota. Puluhan kilo perjalanan mereka tempuhi, samudra yang dalam mereka arungi, tak peduli panas yang menyengat dan angin laut yang berhembus kecang. Setelah 2 jam mereka mengendarai sepeda motor, dan tiba di pelabuhan Kayangan, saya pun mempersiapkan diri dan berangkat ke Tano.

Penyeberangan ke Paserang
Dermaga Kenawa/Paserang

Saya yang sudah tiba di Tano lebih awal dari mereka, ngobrol ringan dengan pak Arif di Kantor Dinas Kelautan. Pak Arif yang bekerja di Dinas Kelautan awalnya saya fikir boatman yang akan mengantar kami ke Paserang, namun ternyata beliau bekerja dan tinggal di Kantor Dinas Kelautan tersebut. Kantornya tidak jauh dari pintu masuk Pelabuhan Poto tano, atau persis di depan pelabuhan menuju Pulau Kenawa. Beliaulah yang mencarikan kami boatman menuju ke Paserang. Dari informasi beliau, ada satu grup yang berkunjung ke Pulau Kenawa yang sedang dijemput oleh boatman, dan dengan boat tersebut kami akan diantar menuju Pulau Paserang. Saya yang sungkan basa basi dengan orang yang lebih tua, terpaksa hanya menjadi pendengar yang baik buat beliau. Manakala suasana sedang hening, sesekali saya beranjak dari tempat duduk, memandang ke arah dermaga menunggu bahtera yang mereka tumpangi berlabuh.

matahari terbenam di balik rinjani yang gagah, burung pun kembali ke peraduannya. Mereka tiba dengan membawa sejuta senyum asin setelah 1 jam setengah di laut. Saya yang sudah menunggu setengah jam pun ikut tersenyum menyambut mereka. Yah, kami pun bersalam-salaman, saling maaf memaafkan. maklum masih dalam suasana Lebaran.



Sambil menunggu kedatangan boat yang akan mengantar kami ke Paserang, kami mempersiapkan semua barang-barang yang akan kami bawa. Memparkir motor dengan rapi di samping bangunan tempat tinggal pak Arif agar aman, termasuk membeli nasi untuk makan malam di Paserang. yah, Paserang merupakan sebuah Pulau tak berpenghuni, jadi kami harus menyiapkan Logistik di Tano. Di sekitar sini hanya satu satunya kami temukan warung nasi yang masih buka. kecuali didalam area Pelabuhan ada banyak warung yang buka 24 jam dan tentunya agak sedikit mahal. Disini kami bisa memesan nasi dengan harga Rp.10.000 / bungkus. saya dan seorang teman yang bertugas membeli logistik ini berbincang hangat dengan pemilik warung, saat mereka mengetahui kami akan bermalam di Paserang, mereka bertanya tanya Pulau Paserang letaknya dimana. Ternyata mereka belum mengetahui keberadaan bahkan keindahan pulau tersebut.


Setelah persiapan semua lengkap, berangkatlah kami bertujuh melalui pelabuhan penyeberangan Pulau Kenawa. Hanya bintang dilangit yang menjadi navigasi pengantar kami ke Paserang. Tentunya sang boatman yang mampu membaca radar-radar dari langit, kami hanya duduk santai menahan terpaan angin malam dan derunya motor. Sekitar setengah jam penyeberangan yang kami tempuh. Sesampai kami di Pulau Paserang, sang boatman mengantar kami bertemu dengan penjaga disana. yah perlu diketahui bahwa saat kami kesana Agustus lalu, di Paserang tengah dibangun beberapa Bungalow kerjasama antara pengembang dengan Pemerintah Daerah. beruntunglah kami malam itu diijinkan beristirahat di salah satu bungalow tersebut.

Bungalow yang kami tempati, terdiri dari sebuah ruang utama ukuran sekitar 5 x 5 m, teras 2 x 5 m. ruang utama dan terasnya mirip dengan konsep rumah panggung layaknya rumah di Sumbawa namun sedikit lebih rendah. tiang dan balok penyangga menggunakan balok kayu, begitu pula lantai dan dindingnya berasal dari papan kayu.  Dibagian belakang bungalow terdapat sebuah kamar mandi dilengkapi dengan wastafel, kloset duduk dan shower. namun karena keterbatasan air bersih, sehingga kamar mandi ini hanya kami gunakan sebagai tempat ganti pakaian.

Selain kami, ada beberapa tenaga kerja yang tinggal disana selama pembangunan Bungalow tersebut. Tak lupa kami membagikan makanan ringan yang kami bawa untuk mereka. Melihat kami yang duduk tanpa penerang, mereka pun berbaik hati meminjamkan kami sebuah lampu yang sumber dayanya sudah terisi menggunakan cahaya matahari. Bahkan mereka menawarkan kami untuk ikut makan malam bersama mereka. Itulah indahnya berbagi.

Deru mesin kapal ferry dari dan menuju Pelabuhan Poto Tano terdengar sayup-sayup di kejauhan. Malam itu kami hanya duduk-duduk di teras, sambil mengobrol santai. Hingga larut malam. Tidak ada kegiatan bakar ikan atau sejenisnya layaknya mereka yang hoby camping. Angin laut bertiup tak terlalu kencang, cukup untuk mengusir gerahnya malam itu.
Sebelum kami diijinkan untuk menempati bungalow ini, bapak penjaga sudah menyampaikan larangan untuk menggunakan kamar mandi tersebut karena keterbatasan air bersih. Dari itu, saya mencoba beranjak mencari angin segar ke tepian pantai dengan bermodal sebuah senter kecil yang kami beli di samping warung nasi di Tano. Walau cahaya senternya agak sedikit burem *hadehh* namun cukup untuk menyinari tiap langkah kaki ini. Kerlap kerlip bintang dilangit dan lampu lampu nelayan menjadi teman menyisiri pantai di malam hari.



Keesokan harinya, kami tak lupa menagih janji sang mentari yang akan datang. Di dermaga pulau kami menghabiskan waktu menyaksikan detik detik kemunculan sang mentari. Sinar-sinar menyeruak dibalik deret bukit-bukit Pulau Sumbawa. Dan sang mentari pun muncul dari peraduannya. Fajar kala itu begitu indahnya.

Sunrise Paserang

Jump
Roben, Riza, Iti, Echie, Rien, Indra, Yeng

Menunggu Sunrise



Puas menikmati sunrise di dermaga, berfoto-foto di savanna yang telah mengering pun kami lakoni. Pada bulan agustus ini, Pulau Paserang sedang mengalami musim kemarau. Sehingga langit tampak cerah sepanjang hari. Perpaduan antara warna kuning kecoklatan savanna dengan birunya langit tampak serasi. Kami pun berselaras mencoba menyatu diantara keduanya. Tak pelak hasil jepretan kamera DSLR tak ada yang tidak memuaskan. Setiap momen ingin selalu kami abadikan, kehebohan kami dalam mengekspresikan diri mengundang tawa mereka para tenaga kerja yang sedang menikmati sarapannya. Sejenak kami menjadi hiburan bagi mereka yang telah berminggu-minggu mendiami Pulau.

savanna & bungalow Paserang


Ketika matahari telah sepenggala naik, dan sarapan dengan makanan ringan seadanya, kami pun tak sabar ingin menikmati keindahan bawah lautnya Pulau Paserang. Peralatan snorkeling telah kami siapkan sebelumnya dari Mataram, dan Alhamdulillah teman saya sudah menyiapkan untuk saya satu set sehingga kami bisa menikmati keindahannya bersama. Seperti kita ketahui bahwa di Pulau Paserang masih belum terkelola sehingga, tidak ada prasarana umum yang bisa digunakan. Termasuk penyewaan snorkeling ini, bahkan di Tano tempat penyebrangan menuju kesini juga tidak ada.

Persis di sebelah kiri dermaga kami turun, dan begitu mulai berenang kami sudah disuguhi pemandangan bawah laut yang begitu menakjubkan. Yah, titik snorkeling dari tepi pantai hanya berjarak beberapa meter. Aneka ragam terumbu karang tumbuh subur, begitu pula dengan ikan ikan karang yang begitu lincahnya berenang. Tak henti hentinya saya berdecak kagum, dan saya yakin juga rekan-rekan saya pun kagum melihatnya. Dan yang membuat saya semakin kagum, ada begitu banyak clown fish jenis Ocellaris disini. Sekitar empat titik saya temui. Kelucuan tingkah laku mereka, mengikuti kemana arah sang anemonnya bergoyang, benar-benar menjadi pertunjukan yang luar biasa. Keberadaan mereka yang hanya beberapa meter dari permukaan, bisa dinikmati walau hanya dengan snorkeling. Sementara di beberapa titik yang lain pada kedalaman 3-6 meter, kami harus free diving untuk menikmatinya dari dekat. Beberapa dari kami memang pencinta free diving, sehingga kami tidak mengalami kendala untuk mendekatinya. >>Ceilehhhh sombong dikit<<

snorkeling 

Terumbu Karang Paserang

Clown Fish Ocellaris Paserang


setelah puas menikmati keindahan bawah lautnya, kami pun memutuskan untuk beristirahat dan akan melanjutkan perjalanan pulang. Pukul 10.30 kami menghubungi boatman untuk menjemput kami. Sementara menunggu kedatangan sang boatman, kami mempersiapkan semua barang-barang bawaan kami. Membersihkan kembali bungalow yang telah kami tempati adalah kewajiban bagi kami. Sampah sampah plastik tak lupa kami kumpulkan untuk kami bawa kembali. Sudah lebih dari satu jam, kami menunggu boatmannya datang, setiap kapal yang datang, berharap akan menjemput kami. namun ternyata hanya perahu-perahu para pemancing ikan. Cukup lama kami menunggu, dan pukul 13.30 baru kami di jemput. tak lupa kami berpamitan dan menggenggamkan selembar lipatan warna biru buat penjaganya yang telah berbaik hati kepada kami. dan setelah bernegoisasi dengan sang boatman, kami dikenakan seharga Rp. 300.000. Alhamdulillah ya.

Kembali kami melakukan penyeberangan dan memotong jalur kapal fery Tano-Kayangan. Dan setiba kami di tempat pak Arif, kami pun tak ingin berlama-lama karena perut sudah mulai keroncongan meminta untuk diisi, berhubung dari pagi tidak ada nasi untuk dimakan. Yah sebelumnya kami memang berencana membawa nasi hanya untuk makan malam, sementara keesokan paginya bisa dengan makanan ringan untuk ngeganjel. dan makan siang di Tano, namun ternyata rencana makan sebelum siang di Tano molor jadi siang menjelang sore. Apesss
Selepas kami pamitan dan memberikan sedikit uang jajan buat anak-anak pak Arif (Pak Arif maupun istri tak mau menerima upah jasa penitipan motor), kami pun berangkat. Tak lupa mampir kembali ke warung nasi untuk melepas rasa lapar. Di pelabuhan Poto Tano, kami dikenakan biaya penyeberangan Rp. 53.000 untuk masing-masing motor. Sebenarnya, motor ini bisa dititipkan di Pelabuhan kayangan, untuk menekan pengeluaran biaya penyeberangan. Namun karena ketidak tahuan rekan rekan saya tentang lokasi penyeberangan ke Pulau Paserang, sehingga motor pun dibawa hingga Tano.
Dari atas kapal kami menatap keindahan Pulau Paserang di kejauhan. Begitu indah dan tenangnya disana. Pulau yang akan selalu dirindukan. Inilah perjalanan yang takkan pernah terlupakan.
View Paserang

Sampai jumpa Paserang
(Yeng, Indra, Roben, Iti, Echie, Rien, Riza)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar